Beranda | Artikel
Lanaa Amaaluna, Walakum Amaalukum
Senin, 14 Desember 2020

Oleh: Ust. Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Perselisihan pendapat di antara manusia adalah hal biasa, demikian juga di antara kaum Muslimin, karena hal itu memang merupakan tabi’at manusia. Yang terpenting adalah menyikapi perselisihan sesuai dengan perintah Allâh Azza wa Jalla, yaitu mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan kepada Allâh dan Rasul-Nya. Jangan sampai perselisihan menjadi sebab perpecahan yang diharamkan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59}

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allâh dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri (ulama dan umaro’) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh (al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisa’/4: 59]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan (kita) untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allâh mengulangi kata kerja (ta’atilah !) sebagai pemberitahuan bahwa mentaati Rasul-Nya wajib secara otonomi, dengan tanpa meninjau ulang apa yang beliau perintahkan dengan al-Qur’ân. Jika beliau memerintahkan, wajib mentaatinya secara mutlak, sama saja, apakah yang beliau perintahkan itu ada dalam al-Qur’ân atau tidak ada di dalamnya. Karena sesungguhnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi al-Kitab dan yang semisalnya bersamanya”. [I’lâmul Muwaqqi’în 2/46), penerbit: Darul Hadits, Kairo, th: 1422 H / 2002 H]

Beliau rahimahullah juga berkata, “Kemudian Allâh memerintahkan orang-orang yang beriman agar mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada kepada Allâh dan Rasul-Nya, jika mereka orang-orang yang beriman. Dan Allâh Azza wa Jalla memberitakan kepada mereka bahwa itu lebih utama bagi mereka di dunia ini, dan lebih baik akibatnya di akhirnya. Ini memuat beberapa perkara, diantaranya :

  • Bahwa orang-orang yang beriman terkadang berselisih pada sebagian hukum, dan mereka tidak keluar dari keimanan dengan sebab (perselisihan) itu, jika mereka mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada Allâh dan Rasul-Nya, sebagaimana Allâh syaratkan terhadap mereka. Dan tidak ada diragukan lagi bahwa ketetapan yang digantungkan dengan suatu syarat, maka ketetapan itu akan hilang dengan sebab ketiadaan syarat tersebut.
  • Bahwa firman Allâh “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu”,meliputi seluruh yang diperselisihkan oleh orang-orang yang beriman dari masalah-masalah agama, yang kecil dan yang besar, yang terang, dan yang samar.
  • Manusia telah sepakat bahwa mengembalikan kepada Allâh adalah mengembalikan kepada kitab-Nya, mengembalikan kepada Rasul-Nya adalah mengembalikan kepada diri beliau di saat hidup beliau, dan kepada Sunnahnya setelah beliau wafat.
  • Allâh Azza wa Jalla menetap bahwa “mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada kepada Allâh dan Rasul-Nya” termasuk kewajiban dan konsekwensi iman. Oleh karenanya, jika itu tidak ada, makan imanpun hilang. [Diringkas dari I’lâmul Muwaqqi’in 2/47-48]

Sikap Sebagian Umat Islam
Ketika umat Islam berpecah belah menjadi banyak golongan, dan masing-masing golongan membanggakan apa yang ada padanya, banyak di antara mereka susah diajak bersatu di atas kebenaran. Sebagian mereka bahkan ketika diajak untuk kembali kepada kebenaran, mengikuti al-Qur’ân dan as-Sunnah, mereka membacakan ayat, “Lana a’maaluna walakum a’maalukum (bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu)”. Seolah-olah mereka telah mengikuti al-Qur’ân dengan sikapnya tersebut. Alangkah aneh sikap mereka itu, menyelisihi al-Qur’ân dengan dalil ayat al-Qur’ân. Tentu dengan pemahaman yang bertentangan dengan maksud al-Qur’ân.

Perkataan Itu untuk Orang-orang Kafir
Jika kita memperhatikan al-Qur’ân, maka sesungguhnya ayat yang berbunyi “Lana a’maaluna walakum a’maalukum (bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu)” tidak boleh ditujukan kepada orang Muslim yang mengajak bersatu di atas kebenaran.

Sesungguhnya kalimat tersebut terdapat di tiga tempat di dalam al-Qur’ân, dan semuanya diucapkan oleh orang-orang yang beriman kepada orang-orang kafir. Dan maksud kalimat itu adalah bara’ (berlepas diri) dari orang-orang kafir dan perbuatan mereka.

Inilah tiga ayat tersebut dengan sedikit penjelasan arti dan maksudnya.

  1. Ayat Pertama: Allâh Azza wa Jalla berfiman :

قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ

“Katakanlah: ‘Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allâh, padahal Dia adalah Rabb kami dan Rabb kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.`” [Al-Baqarah/2: 139]

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang ayat ini, ada yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan kepada Ahlul Kitab, ada juga yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan kepada orang-orang musyrik. Tetapi mereka bersepakat bahwa ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir.

Imam Al-Baghawi berkata, “Firman Allâh “Katakanlah” wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang Yahudi dan Nashara, “Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allâh”, yaitu tentang agama Allâh, perdebatan ini adalah perdebatan tentang agama Allâh untuk memenangkan hujjah (argumen). Yaitu mereka mengatakan ‘Sesungguhnya semua para Nabi adalah dari kami dan di atas agama kami, dan agama kami lebih lurus, maka kami lebih dekat kepada Allâh daripada kamu (umat Islam)’. Maka Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ

Katakanlah: ‘Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allâh, padahal Dia adalah Rabb kami dan Rabb kamu’,
yaitu kami dan kamu sama (tidak ada bedanya) di hadapan Allâh, karena Dia adalah Rabb kami dan Rabb kamu, ‘bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu’, yaitu setiap orang mendapatkan balasan amalannya, maka bagaimana kamu mendakwahkan bahwa kamu lebih dekat kepada Allâh ? ‘dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati’, sedangkan kamu orang-orang yang menyekutukan dengan-Nya”. [Tafsir al-Baghawi, 1/157]

Imam Ibnu Katsir berkata, “Allâh Azza wa Jalla berfirman untuk membimbing Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam demi menolak perbantahan orang-orang musyrik ‘Katakanlah: “Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allâh’, yaitu apakah kamu mendebat kami tentang tauhidullah (mengesakan Allâh di dalam peribadahan), mengikhlaskan (hati) untukNya dan mematuhiNya, mengikuti perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, padahal Dia adalah Rabb kami dan Rabb kamu’, Dia Yang mengatur kami dan kamu, Yang berhak diibadahi, Dia sendiri tidak ada sekutu bagi-Nya.

‘Bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu’, yaitu: Kami bara’ (berlepas diri) dari kamu, dan kamu baro’ (berlepas diri) dari kami, sebagaimana firman-Nya dalam ayat yang lain :

وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ ۖ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ

Jika mereka mendustakan-mu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”. [Yunus/10: 41]
Juga firman-Nya :

فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗ وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْأُمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ ۚ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

Kemudian jika mereka mendebat-mu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allâh dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi [orang musyrik Arab dan lainnya yang tidak diberi Kitab suci]: “Apakah kamu (mau) masuk Islam?”. Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allâh). Dan Allâh Maha melihat kepada hamba-hamba-Nya. [Ali-Imran/3: 20]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman memberitakan tentang (Nabi) Ibrahim :

وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ ۚ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ ۚ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا ۗ وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا ۗ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ

Dan dia (Ibrahim) dibantah oleh kaumnya. Dia (Ibrahim) berkata: “Apakah kamu hendak membantah aku tentang Allâh, padahal sesungguhnya Allâh telah memberi petunjuk kepadaku”. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allâh, kecuali di kala Rabbku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Rabbku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?” [al-An’âm/6: 80]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya (Allah) karena Allâh telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan) … [Baca ayat selengkapnya al-Baqarah/2: 258]
Dan di dalam ayat pertama ini, Allâh berfirman :

وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ

‘Bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati’

Yaitu kami bara’ (berlepas diri) dari kamu, dan kamu bara’ (berlepas diri) dari kami, dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati, yaitu di dalam ibadah dan menghadapkan wajah (hati)”. [Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Baqarah/2: 139]

  1. Ayat Kedua: Allâh Azza wa Jalla berfiman :

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil”. [al-Qashshash/28: 55]

Imam Ibnu Katsir (6/245) rahimahullah berkata, “Firman Allâh (yang artinya) ‘Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya’, yaitu mereka tidak bercampur dan bergaul dengan para pelakunya, bahkan sebagaimana firman-Nya :

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. [al-Furqan/25: 72]

Firman Allâh ‘Dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil”. Yaitu jika ada orang bodoh membodohkan mereka dan mengucapkan kepada mereka perkataan yang tidak pantas dijawab, mereka berpaling darinya, dan mereka tidak membalas dengan perkataan keji atau buruk yang serupa dengannya. Dan tidak muncul dari mereka kecuali perkataan yang baik. Oleh karena itu, Allâh berfirman tentang mereka, bahwa mereka mengatakan: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil”. Yaitu: Kami tidak menginginkan dan tidak menyukai jalan orang-orang bodoh”. [Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Qashshash/28: 55]

Kemudian imam Ibnu Katsir menukilkan riwayat dari Ibnu Ishaq dalam kitab sirahnya, bahwa mereka ini adalah orang-orang Nashara dari Habasyah yang mengucapkan perkataan tersebut kepada orang-orang kafir Quraisy. Namun ada juga yang berpendapat bahwa mereka adalah orang-orang Nashara dari Najran. Dan ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini turun berkaitan dengan raja Najasyi dan para pengikutnya.

Intinya, ayat ini menjelaskan perkataan orang-orang Nashara yang telah masuk Islam kepada orang-orang kafir yang mencela keislaman mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Mujahid, “Ayat ini turun tentang sekelompok orang dari Ahli Kitab yang masuk Islam lalu mereka diganggu”. [Tafsir al-Baghawi, 6/214]

  1. Ayat Ketiga: Allâh Ta’ala berfiman :

فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ ءَامَنتُ بِمَآ أَنزَلَ اللهُ مِن كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَآأَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لاَحُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ {15}

Oleh karena itu, serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah [istiqamahlah] sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allâh dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allâh-lah Rabb kami dan Rabb kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allâh mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)”. [QS. Asy-Syura/42: 15]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Firman Allâh (yang artinya) ‘Oleh karena itu serulah’, yaitu serulah manusia kepada agama yang telah Kami wahyukan kepadamu, agama yang telah Kami wasiatkan kepada semua Rasul sebelummu, para Rasul yang memiliki syari’at-syari’at besar yang dikuti, seperti ulul azmi dan lainnya.

Firman Allâh (yang artinya) ‘dan tetaplah (istiqamahlah) sebagai mana diperintahkan kepadamu’, yaitu hendaklah engkau dan para pengikutmu istiqomah melaksanakan ibadah kepada Allâh sebagaimana diperintahkan kepadamu’.

Firman Allâh (yang artinya) ‘dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka’, yakni jangan mengikuti penyembahan berhala-berhala yang dibuat-buat secara dusta oleh orang-orang musyrik.

Firman Allâh ‘dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allâh’, yaitu aku membenarkan semua kitab yang diturunkan dari langit kepada Nabi-Nabi, kami tidak membeda-.bedakan seorangpun di antara mereka.

Firman Allâh (yang artinya) ‘dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu’, yaitu di dalam menghukumi, sebagaimana Allâh perintahkan kepadaku.

Firman Allâh (yang artinya) ‘Allah-lah Rabb kami dan Rabb kamu’, yaitu Dia Yang berhak diibadahi, tidak ada Tuhan Yang berhak diibadahi selain Dia. Kami mengakui hal itu dengan sukarela, dan walaupun kamu tidak melakukannya dengan sukarela, tetapi siapa saja yang ada di dunia ini bersujud kepadaNya dengan terpaksa atau sukarela.

Firman Allâh (yang artinya) ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu’, yaitu kami berlepas diri dari kamu, sebagaimana firmanNya :

وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ ۖ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ

Jika mereka mendustakan-mu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”. [Yunus/10: 41]

Firman Allâh (yang artinya) ‘Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu’, Mujâhid berkata, “Tidak ada pertengkaran”. As-Suddi berkata, “Itu sebelum turun ayat saif (ayat yang memerintahkan jihad perang)”. Perkataan ini tepat, karena ayat ini turun di Makkah (sebelum hijrah), sedang ayat saif setelah hijrah”. [Tafsir Ibnu Katsir, 7/195]

Kesimpulan
Dengan keterangan di atas jelas bahwa menggunakan ayat “Lana a’maaluna walakum a’maalukum (bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu)” kepada sesama kaum Muslimin ketika berbeda pendapat merupakan perbuatan menempatkan ayat bukan pada tempatnya, dan berbicara tentang ayat Allâh dengan tanpa ilmu, bahkan bertentangan dengan ilmu yang haq. Bertentangan dengan perintah untuk mengembalikan segala perselisihan kepada al-Kitab dan as-Sunnah.
Sesungguhnya ayat-ayat tersebut merupakan pernyataan bara’ (berlepas diri) dari kekafiran dan orang-orang kafir, bukan pernyataan toleransi di dalam perselisihan, wallahu a’lam.

Ayat-ayat tersebut semakna dengan ayat:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku [al-Kâfirun/109: 6]
Semoga Allâh selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus, menganugerahkan keikhlasan niat dan kebenaran amalan, sesunggunya Allâh Maha Mendengar doa dan berkuasa mengabulkannya.
Al-hamdulillahi rabbil ‘alamin.

# Majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVI/1433H/2012.


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/mabhats/lanaa-amaalunaa-walakum-amaalukum/